K |
esenian wayang telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari budaya Indonesia. Keberadaanya yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia merupakan wujud bagaimana kesenian itu digemari oleh masyarakat. Tidak hanya wayang kulit purwa gaya Surakarta, Yogyakarta dan Jawatimuran, adapaun wayang Golek sunda, Wayang Ukur, Wayang Wahyu, Wayang Suket dan masih banyak lagi. Bukan bangsa Indonesia kalau tidak kreatif, kreatifitas tersebut terbukti dengan kemunculan Wayang Ludruk atau disingkat dengan WALUD yang merupakan hasil kreatifitas seniman RRI Surabaya dalam menghadirkan kesenian luduk dalam bingaki pakeliran. Walud merupakan bentuk kreatifitas dan kepekaan seniman dalam melihat situasi dimana ludruk menjadi kesenian yang digemari masyarakat namun kurangnya generasi penerus pemain
Dipentaskan pada tanggal 14 Maret 2019 pukul Bertempat di gedung Mahameru kompleks Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 4 Surabaya, dan disiarkan melalui siaran Radio RRI Pro 4 Surabaya dan channel youtube Sofwara Production. Dengan dalang Ki. Surono Gondo Taruno, M.Si., salahsatu seniman RRI dan dalang professional dari Waru Sidoarjo. Pagelaran wayang ludruk tersebut mengambil lakon Sarip Tambak Oso, sebuah lakon fenomenal dan menjadi cerita favorit dalam sebuah pementasan ludruk.
Perlu diketahui, Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebua group kesenian yang dipergelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai alat musik.
Ludruk merupakan seni teater tradisional asli Jawa Timur. Ludruk sangatlah berbeda dengan ketoprak, lenong maupun longser. Ketika empat kesenian tersebut selalu mengambil kisah sejarah maupun dongeng. Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari dari kalangan wong cilik, bersifat sanggat menghibur sehingga membuat penontonya tertawa terpingkal pinkal. Karakter seperti inilah yang dihadirkan sang seniman dalam pagelaran Walud sebagai opsi lain untuk menikmati pagelaran wayang kulit.
Dialog dan monolog dalam pementasan wayang ludruk ini bersifat menghibur dan banyak menggunakan unsur unsur komedi. Begitupula dengan bahasa yang digunakan jauh dari kaidah satra pedalangan, melainkan menggunakan bahasa khas Surabayan dengan logat khas budaya arek. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuatnya mudah dimengerti oleh semua orang.
Iringan wayang ludruk menggunakan gendhing Jula-juli sebagai iringan pokok dari pagelaran ludruk. Gending Jula-juli memiliki dinamisasi fungsi, mengapa demikian? Karena sifat dan rasa gending yang multifungsi dapat dipakai dalam berbagai kebutuhan situasi pagelaran seperti sedih, senang maupun tegang. Gending lain yang digunakan ialah krucilan sebagai iringan tari remo dan adegan playon.
Gambar 1. Salahsatu adegan dalam Wayang Ludruk (doc.youtube) |
Alur pementasan wayang ludruk berbeda dengan konsep pakeliran konvensional pada umumnya yang diawali dengan Jejer, kedatonan, budhalan, perang gagal, adengan sanga dan manyura (Berdasarkan garap pakeliran konvensional gagrag Surakarta dan berlaku pada gagraglainya). Begitupula dengan kaca mata Pakeliran Padat yang berisi prolog atau flashback, jejer, perang dan/atau budhalan. Wayang ludruk dalam pementasan tersebut memiliki sistematika seperti halnya pagelaran ludruk, yang diantaranya diawali dengan Bukak Kayon, Tari Remo dan Ngidung, Bedayan, Dagelan, baru kemudian Lakon.
eperti pada pagelaran wayang kulit lainya, Walud juga menampilkan adegan bukak kayon sebelum memulai pagelaran. Adegan berikutnya adalah Tari Remo adalah tarian yang berasal dari Jombang dan menjadi tarian wajib dalam setiap pementasan ludruk. Rangkaian dari tari remo adalah Ngidung, merupakan pelantunan parikan atau pantun tradisional yang diiringi oleh gending jula-juli. Setelah rangkaian pembukaan yang berisi tari remo dan ngidung tadi. Adegan berikutnya adalah Bedayan.
Bedayan dalam Walud dan ludruk berbeda dengan tari Bedaya dari Surakarta. Bedayan dalam pagelaran ini merupakan fashion show atau peragaan busana yang berisi pengenalan nama seniman satu persatu, kemudian mbeksa dan menyanyikan mars identitas group secara bersama sama. Adegan bedayan telah usai kemudian dilanjut dengan Dagelan dan lakon. Sepertihalnya tari remo dan bedayan. Dagelan ini bersifat klise atau harus selalu ada walau berbeda lakonnya. Dagelan merupakan sekmen humor dalam pagelaran walud. Posisinya seperti goro-goro maupun limbukan di wayang kulit pada umumnya.
Lakon adalah adegan utama dalam pagelaran walud. Sepertihalya pagelaran wayang pada umumnya, lakon menjadi fokus utama penggarapan cerita yang berisi pengenalan tokoh, dialog, konflik kemudian penyelesaian masalah. Lakon yang dibawakan dalam pementasan kali ini ialah Sarip Tambak Oso. Menceritakan kisah heroik seorang pemuda pribumi bernama Sarip dari Tambak Oso yang merapok para penjaja dan kemudian membagikan kepada para rakyat yang kalaitu mengalami penindasan dan krisis pangan. Dalam sekmen lakon ini juga terdapat adegan perang, Suluk serta Pocapan sepertihalnya wayang pada umumnya.
Adanya fenomena Walud merupakan bentuk kreatifitas dan kepekaan seniman dalam melihat situasi dimana ludruk menjadi kesenian yang digemari masyarakat namun kurang dalam mencetak generasi penerus pemain ludruk. Karakter seperti inilah yang hendaknya ditiru oleh para seniman sekarang (Fani Nuriyanto-060721)
0 Komentar